Definisi Psikologi Abnormal, Teori serta Penyebabnya

5 min read

Psikologi Abnormal

Hari ini Anda mungkin bisa menjalani hari dengan baik atau setidaknya Anda masih mampu menjalaninya. Anda bangun, mandi, makan, bekerja dan bersosialisasi dengan rekan Anda dengan baik.

Namun ternyata banyak diantara kita orang-orang yang terlihat sehat dan baik-baik saja tetapi tidak mampu melakukan aktivitas normal seperti yang lain.

Masyarakat awam biasa mengenalnya dengan sebutan Orang Dengan Gangguan Jiwa atau ODGJ. Bahkan beberapa tahun yang lalu sebelum teknologi berkembang pesat, mereka menyebutnya dengan sebutan “Orang Gila”.

Dalam ilmu psikologi perilaku ini disebut abnormal dan cabang ilmu yang mempelajarinya disebut Psikologi Abnormal atau dalam bahasa inggris disebut Abnormal Psychology.

Definisi Psikologi Abnormal Menurut Para Ahli

Menurut Kartini Kartono, Psikologi Abnormal merupakan cabang ilmu psikologi yang menyelidiki gangguan mental dan bentuk abnormalitas jiwa.

Menurut Singgih Dirgagunasa, Psikologi Abnormal merupakan bidang psikologi yang kaitannya dengan hambatan atau kelainan kepribadian, dimana ini menyangkut isi dan proses kejiwaan.

Durand & Barlow dalam bukunya Abnormal Psychology (2006) mengatakan Psikologi Abnormal merupakan disfungsi dalam diri individu yang terkait dengan distres dalam fungsinya dan respon yang tidak diterima secara kultural.

Psikologi Abnormal sendiri sebenarnya memiliki banyak istilah yang spesifik, beberapa diantaranya adalah Psikopatologi, mental disorder, mental ilness dan emotional discomfort.

Teori Psikologi Abnormal

  • Psikodinamika

Teori ini disebut juga dengan teori psikoanalisis atau psychoanalyic theory yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dalam teori ini disebutkan bahwa terdapat 3 struktur dalam kepribadian yaitu id, ego dan superego. Ketiganya menjadi kekuatan yang saling bertentangan. Fungsi keseimbangan yang dinamis diantara ketiganya sebagai struktur psikis merupakan kesehatan mental.

Sementara perilaku abnormal muncul disebabkan interaksi yang terjadi antara id, ego, dan superego yang tidak seimbang. Jika salah satu dari fungsi tersebut tidak berjalan normal, maka seseorang bisa berkecenderungan untuk berperilaku abnormal.

Dalam psikodinamika terdapat 5 tahapan perkembangan yang dikenal sebagai tahapan psikoseksual, yaitu :

  • Tahap Oral(0-18 bulan), adalah fase dimana pusat kenikmatan berada pada area mulut. Seorang anak akan merasakan kepuasan karena makan, menyusu, atau menggigit dan memasukkan apapun ke dalam mulut.
  • Tahap Anal (18 bulan-3 tahun), kepuasan pada fase ini memiliki fokus pada stimulasi di daerah anal, contohnya menahan BAB dan setelahnya
  • Tahap Phallic (3-5 tahun), energi seksual pada fase ini berfokus pada area genital. Anak akan merasa lebih tertarik atau senang dengan orang tuanya yang berlawanan jenis.
  • Tahap Fase Latency (5-12 tahun), pada usia ini anak akan merasa tertarik untuk berinteraksi dengan teman-teman sebayanya dan meniru perilaku orang dewasa di seiktarnya yang memiliki jenis kelamin yang sama. Seks masih belum menjadi fokus pada tahap ini.
  • Tahap Genital (12 tahun- dewasa), pada tahap inilah akan terbentuk kembali dorongan seksual terutama menjelang masa pubertas.

Ketika seseorang gagal atau tidak berhasil dalam menyelesaikan tahapan-tahapan inilah menjadi penyebab munculnya perilaku abnormal.

  • Behaviorisme

Disebut juga sebagai Teori Belajar Behavioristik dan dikemukakan oleh John B. Watson dan Ivan Pavlov. Teori ini meyakini bahwa terdapat peran dari belajar untuk menjelaskan perilaku baik itu normal maupun abnormal. Abnormal dipandang melalui perspektif teori behaviorisme ini, memiliki cerminan pembelajaran dan perolehan perilaku yang tidak sesuai.

Obsessive-compulsive  berhudungan dengan kontrol dari orang tua yang berlebihan di masa anak-anak. Sehingga anak-anak tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari tentang perilaku eksploratif.

  • Kognitif-Sosial

Albert BanduraWalter Mischel dan Julian B Rotter memberikan kontribusi terhadap teori kognisi-sosial ini. Model Kognitif-Sosial ini memberikan fokus pada peranan kognisi atau proses belajar melalui pengamatan ataupun modeling dari perilaku manusia lain. Individu dan lingkungan saling memberi pengaruh.

  • Humanistik

Model ini dikemukakan oleh Abraham Maslow dan Carl Rogers. Menurut model Humanistik ini, ada dorongan untuk mencapai self actualization.  Self Actualization dimaksud dengan menjadi apapun yang bisa kita diraih. Model ini percaya bahwa manusia merupakan aktor, bukan reaktor dalam kehidupan. Abnormal dipandang melalui perspektif teori ini merupakan hasil dari pengembangan konsep diri yang mengalami gangguan.

  • Kognitif

Teori Kognitif dikembangkan oleh Psikiater Aaron Beck dan Psikolog Albert Ellis. Teori ini menggunakan pendekatan pemrosesan informasi untuk menjelaskan perilaku abnormal. Dari sudut pandang Teori Kognitif, Distress emosional disebabkan oleh karena keyakinan yang dimiliki seseorang mengenai pengalaman hidup mereka.

  • Diatesis StresStress

Diatesis adalah suatu predisposisi atau kerentanan pada gangguan tertentu. Model diatesis stres inimenjelaskan bahwa masalah – masalah yang terjadi dari perilaku abnormal meliputi interaksi antara peristiwa dan predisposisi. Peristiwa dapat mengenai pengalaman kehidupan yang penuh stress.

Penyebab Kelainan Jiwa pada Psikologi Abnormal

Faktor penyebab dari kelainan jiwa pada psikologi abnormal tidak hanya berdasarkan satu penyebab saja. Jelas terdapat banyak faktor yang mana satu dan lainnya saling berkaitan. Akan tetapi secara umum penyebab perilaku abnormal tersebut dapat digolongkan menjadi penyebab berdasarkan tahap berfungsinya dan menurut sumber asalnya.

Menurut Tahap Berfungsinya

  • Primary Cause

Primary cause  adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dan menyebabkan abnormalitas yang jika tidak ada gangguan tersebut maka tidak akan terjadi abnormalitas. Gangguan ini lebih mengarah pada fungsi fisik yang terluka, terinfeksi virus dan lain sebagainya.

Contoh, infeksi sipilis menyerang sistem saraf pada kasus Paresis general yaitu suatu psikosis dimana ia disertai kelumpuhan yang perkembangannya secara bertahap hingga penderita pada akhirnya mengalami lumpuh total. Tanpa infeksi ini, seseorang tidak akan mengalami paresis general.

  • Predisposing Cause

Trauma Masa Kecil

Penyebab predisposing digunakan untuk menyebutkan kondisi atau kejadian sebelumnya (di masa lalu) yang dapat mempertinggi resiko terjadinya gangguan di masa yang akan datang.

Rejected child atau anak-anak yang ditolak kehadirannya oleh orang tua akan lebih rentan terhadap tekanan hidup ketika sudah dewasa jika dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan rasa aman sejak kecil.

  • Preciptating Cause

Precipttating cause atau penyebab pencetus merupakan sebutan untuk suatu kondisi yang tidak dapat tertahan lagi oleh seseorang sehingga menyebabkan abnormalitas.

Contoh, seorang wanita mengalami gangguan jiwa setelah dia ditinggalkan begitu saja oleh tunangannya.

  • Reinforcing Cause

Reinforcing cause merupakan sebutan untuk suatu kondisi dimana seseorang mempertahankan perilaku maladaptif. Atau bisa juga dikatakan keadaan di luar individu (lingkungan) yang pada akhirnya justru memperkuat gangguan kejiwaan.

  • Sirkulasi Faktor

Nyatanya perilaku abnormalitas sangat jarang disebabkan oleh hanya penyebab tunggal. Terdapat serangkaian faktor dan penyebab yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya hingga suatu kondisi menjadi semakin kompleks.

Yang dimaksud di sini adalah gangguan kejiwaan dapat terjadi karena adanya reinforcing cause, penyebab primer, penyebab pencetus dan penyebab predisposing yang saling berhubungan satu dan yang lainnya yang terjadi pada individu

Baca Juga :

6 Jenis Kesulitan Belajar dalam Psikologi & Penyebabnya

17 Tokoh Psikologi Dunia yang Mempelopori Ilmu Psikologi

7 Tips & Cara Mengatasi Overthinking yang Tepat di Rumah

Berdasarkan Sumber Asal

  • Faktor Biologis

Keadaan fisik atau jasmani yang dapat berpengaruh pada gangguan kejiwaan seseorang. Faktor biologis biasanya bersifat menyeluruh sehingga bisa mempengaruhi segala aspek dalam diri individu mulai dari kecerdasan, daya tahan dan lain sebagainya.

  • Sosiokultural

Faktor sosiokultural berhubungan dengan tuntutan masyarakat atau lingkungan yang dapat  menyebabkan tekanan bagi seseorang. Tekanan inilah yang pada akhirmya dapat menimbulkan gangguan atau abnormalitas.

  • Psikososial

Penyebab psikososial dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa penyebab yaitu trauma pada masa kecil, hubungan anak dan orang tua yang tidak harmonis, deprivasi parental, stress berat serta struktur keluarga yang patogenik.

Selain beberapa penyebab di atas, terdapat juga beberapa penyebab abnormalitas yang diklasifikasikan oleh Durand & Barlow (2006) sebagai berikut :

  1. Kontribusi genetik
  • Model diatesis stress

Pada pembahasan kontribusi gentik terdapat istilah diathesis-stress model yang berarti individu mewarisi banyak gen, berbagai kecenderungan untuk mengekspresikan sifat dan perilaku tertentu yang akan menjadi aktif ketika kondisi dalam keadaan stress.

Diathesis sendiri berarti kondisi yang membuat individu rentan mengalami gangguan tertentu. Contohnya, seorang anak memiliki orang tua yang saat sedang stres cenderung untuk marah-marah maka anak tersebut dapat memiliki kecenderungan yang sama dengan yang apa orang tuanya lakukan saat kondisi stress.

  • Model Gen Lingkungan Resiprokal

Mengartikan bahwa seseorang memiliki kecenderungan genetik untuk menciptakan faktor risiko lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya abnormalitas.

Misalnya seorang anak dari orangtua yang mengidap skizofrenia yang diadopsi ketika bayi memiliki kecenderungan untuk mengembangkan gangguan psikiatrik jika diadopsi oleh keluarga disfungsional.

  1. Peran sistem syaraf

Para ahli psikopatologi merumuskan sebuah teori mengenai peran aktivitas neurotransmitter yang mempengaruhi kepribadian. Contoh : orang yang instingtif atau spontan memiliki aktivitas hormon serotonin rendah. Hormon serotonin ini berfungsi untuk mengatur suasana hati yang berpengaruh pada  mood, perilaku, dan proses berpikir.

  1. Proses perilaku dan kognitif
  • Learned helplessness

Learned Helplessness atau ketidakberdayaan yang dipelajari, Teori Seligman ini menyebutkan bahwa individu akan menjadi gelisah dan depresi ketika mereka membuat atribusi atau menilai bahwa diri mereka tidak memiliki control atas stress yang terjadi dalam hidupnya.

  • Modelling

Seseorang akan belajar melalui observasi dan imitasi dari perilaku orang lain. Misalnya seorang anak yang diperlihatkan perilaku agresif dari orang tuanya maka anak tersebut akan cenderung merespon dengan Tindakan agresif pula.

  1. Pengaruh emosional

Istilah fight or flight merupakan reaksi biologis atau fisik terhadap stres yang mengancam yang mengarahkan sumber daya tubuh seperti aliran darah dan pernafasan untuk melawan atau menjauhi ancaman.

Misalnya ketika Anda sedang dimaki oleh orang lain, maka Anda mepunyai pilihan untuk merespon orang tersebut dengan memakinya kembali atau mendiamkan saja.

  1. Pengaruh sosial dan interpersonal

Terdapat fakta yang ditemukan oleh Grant, Patterson dan Yager (1988)  bahwa seseorang yang sudah lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang kecil dari keluarganya menunjukkan tingkat depresi tinggi dan kualitas hidup yang tidak memuaskan. Ini menunjukkan pentingnya dukungan sosial bagi kesehatan mental seseorang.

Dukungan Sosial untuk Lanisa

  1. Faktor perkembangan

Sepanjang perjalanan hidup manusia terdapat banyak fase perkembangan dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Setiap perubahan dari fase sebelumnya ke fase berikutnya tentunya mengalami pergejolakan. Akan ada banyak sekali masa terberat atau masa krisis kehidupan yang mana jika Anda mampu menghadapi dan melewatinya Anda akan menjadi manusia yang berkembang. Akan tetapi, jika Anda tidak mampu memilih pilihan yang baik, maka Anda ada rentan mengalami gangguan kejiawaan.

Kesimpulan

Perilaku abnormal atau gangguan kejiwaan dapat terjadi pada siapa pun, dari kalangan mana pun. Adanya stigma negatif dari masyarakat yang menganggap perilaku abnormal merupakan sebuah keburukan atau aib membuat para penderitanya merasa enggan untuk berkonsultasi kepada tenaga ahli.

Hal ini tentu saja akan memperparah kondisi kejiwaan si penderita yang pada akhirnya akan membawa mereka ke jalan buntu dan memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Atau tidak jarang juga justru keluarga si penderitalah yang membuat nyawa si penderita terancam karena tindakan-tindakan tradisional seperti memasung para penderita gangguan jiwa yang masih banyak dilakukan di Indonesia.

Karena itulah para penderita gangguan jiwa sangat membutuhkan duikungan dari keluarga, orang sekitarnya serta tenaga ahli agar bisa lebih baik atau paling tidak untuk menghindari kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Semoga bermanfaat untuk Anda.